Thursday, November 02, 2006

Rampok ape aparat nih ?? atau malah KEPARAT ??

Rampok adalah kata untuk mengindentifikasi orang yang melakukan kejahatan secara terang-terangan biasanya dilakukan bersama-sama alias tidak sendiri (karena kalau sendiri definisinya jadi beda hehehe), waktunya biasanya malam hari ( namun sekarang dah berani siang bolong yak :P), bekerja dengan senjata api maupun senjata tajam seperti golok ataupun celurit, topeng/penutup wajah selalu dipakai demi menjaga wibawanya (atau malah malunya??). Maka dari itulah mereka-mereka yang melakukan pekerjaan dengan definisi di atas biasa di sebut RAMPOK.

Namun akhir-akhir ini banyak “rampok” ( kata di samping sengaja dikasih tanda “”(kutip) agar rampok yang asli gak marah ama gue :P -= Penulis=-) yang melakukan secara terang-terangan, tidak memakai topeng, tidak pakai senjata bahkan pakai seragam pula (kayak anak kecil yang baru di bagi kaos sponsor :P). Mereka cuman bermodalkan temen-temennya yang “galak2 “dan “gahar2” (sekali lagi di kasih tanda kutip karena itu sifat buat rampok yang asli) serta mobil dan seragam yang merupakan symbol bahwa mereka adalah aparat/petugas pemerintahan. Yang gue maksud adalah petugas TRANTIB alias petugas penata ketertiban yang biasanya berasal dari wilayah kecamatan, kelurahan ataupun walikota di ibukota seluruh Indonesia.

Kenapa gue sebut mereka rampok? ( kali ini gak gue kutip karena sifat dan kelakuannya dah sama dengan RAMPOK ASLI), karena mereka benar-benar melakukan pekerjaannya PERSIS alias SAMA DENGAN RAMPOK ASLI. Mereka selalu bersikap seolah-olah pedagang kaki lima (PKL) tidak mempunyai izin resmi untuk berdagang maupun menjalankan usahanya di tempat umum. Mereka beralasan para PKL menganggu ketertiban atau malah keindahan (indah ?? apenye yang indah klo tempat jualannya di bawah fly over/jembatan ?? Ape yang mo diliat keindahannya ?? TOLOL!!). Disamping itu kalo para pedagang mencoba mencari gerobak/ alat2 jualan mereka di kantor TRANTIB setempat atau bahkan barang2 jualan mereka yang disita, selalu menemui jalan buntu dengan tidak ditemukannya barang/ alat mereka (dibawa ke rumah koordinator ape di bagi2 bak harta rampokan pak ??) atau kalau pun ketemu mereka harus membayar, ya MEMBAYAR untuk menebus (?? Kok kayak aparat/keparat kepolisian juga yak hehehe) barang/alat yang disita “petugas”. Padahal para pedagang memulai usaha kaki limanya tidak gratis , ya TIDAK GRATIS, mereka diharuskan membayar tempat/lapak kepada “penguasa setempat/preman”, harus membayar retribusi (tapi tidak resmi) kepada petugas (yang sialnya berseragam dan karcis resmi). Mereka juga harus membuat gerobak/alat2 untuk usahanya yang dipastikan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Tapi ketika atasan para petugas tersebut ingin lewat tempat jualan mereka, mereka diharuskan (rela tidak rela) “menghilang” agar atasannya memuji pekerjaan mereka sebagai bawahan yang bisa diandalkan dalam bekerja, padahal atasannya disinyalir mendapat”bagian” dari bawahannya (gak percaya?? coba tanya aja sama bawahan anda itu hasil DISPENDA darimana aja. Jangan terima bersih aja dong, PAK!!). Mereka juga mereka bersikap arogan ketika menjalankan penggusuran terhadap PKL. Mereka sangat angkuh seperti selebritis yang baru ngetop dan selalu bersikap “NO COMMENT” kepada PKL yang protes kepada mereka, terutama para koordinator/ kepala TRANTIB yang bertugas mengawasi anak buahnya yang sedang merampok.

Gue berpendapat berdasarkan apa yang gue liat lewat media TV maupun yang gue liat sendiri langsung dari tempat kejadian (kesannya kayak reporter yak ;-P) jadi bagi yang ngerasa gue bohong ataupun mengarang-ngarang cerita sebaiknya hapus pikiran itu jauh2 dari pikiran anda. Dan klo ada yang bilang “Itu kan salahnya si pedagang, udah tau tempat umum, udah tau tempat itu dilarang berjualan kok masih aja dagang di situ sih ?” atau juga berpendapat “ kan ngeganggu kelancaran lalu-lintas ?”, gue hanya akan tersenyum dan berkata “ Hmmm... gue yakin loe gak pernah ke ibu kota ? atau gak pernah tau masalah soal susahnya cari tempat usaha disaat cari kerjaan sangat susah ? atau malah LOE ANAK MANJA YE?? SIAL LO !!”. Emang gue juga tau kalo lalu-lintas pasti macet kalo pedagang menggelar dagangannya di pinggir jalan (SO WHAT??) dan emang gue juga tau kalo pedagang sangat2 menganggu keindahan dan ketertiban (SO WHAT ??) tapi apa hanya dengan cara menggusur para PKL lalu-lintas dan ketertiban teratasi ?? enggak kan ??, itumah tergantung dari orangnya masing2 karena kalo hati loe lagi kusut alias BT, apa aja juga loe pasti bilang gak tertiblah, gak indahlah, ganggu kelancaranlah and so on, and so on......

Sebagai pesan atau saran dari gue yang juga pernah merasakan berdagang, buat pedagang sebaiknya menanyakan SURAT TUGAS RESMI dan meminta TANDA PEMBAYARAN DARI RETRIBUSI yang ditarik dari anda (berapapun kecil atau besarnya uang yang di minta) , kalau bisa di beri stempel resmi/ tanda tangan petugas yang berwenang. Hal ini penting karena disaat anda digusur itu bermanfaat buat bukti kepada petugas bahwa anda berjualan resmi walaupun dengan izin yang tidak resmi (:P) atau juga agar anda tidak “jatuh sendiri”. Ini terkadang akan sulit karena biasanya petugas beralasan tidak/lupa membawa alat2 resmi. Untuk tanda tangan juga akan sulit karena petugas/yang berwenang juga tau kalo sesuatu yang gak resmi di Indonesia yang tercinta ini (O MaiGat) seharusnya “dibersihkan” bukan “didayagunakan”, dan mereka juga tau sesuatu yang resmi di Indonesia yang tercinta (O Mai Gat Again) akan menghancurkan hidupnya dan orang2 sekitarnya (gak ngerti ?? KACIAN DECH LOE!!). Maka dari itu anda kompak dong dengan pedagang lain agar membayarnya bisa kolektif jadikan kalau bayarnya sama2 duitnya kan agak besar jadi petugaspun gak harus keliling ke seluruh warung/lapak anda dan juga bisa dijadikan alat pemersatu antar pedagang (CIEEE).

Buat para petugas (buat saran yang baik katakan dengan baik2 ya to, tooo hehehehe :P) cobalah anda berbenah ke dalam dulu artinya INTROPEKSI DIRI dahululah. Kalau kalian merasa penggusuran adalah jalan akhir saya maklumi karena memang jalan/tempat umum adalah bukan tempat untuk berjualan, tapi coba carikan tempat dulu buat mereka (PKL) yang ingin berusaha secara benar tanpa harus berhadapan secara fisik dan mental, toh bila itu harus terjadi, maka terjadilah dengan baik2 tanpa harus gontok2an bahkan adu fisik dengan PKL, mereka juga manusia yang mencoba bertahan hidup dan mencari nafkah dengan benar, coba kalau dari ratusan atau malah ribuan PKL yang anda gusur beralih profesi jadi penjahat besar maupun kecil, apa anda ingin semuanya seperti itu ? tanyalah pada diri anda sendiri dulu masing2 supaya anda bisa berfikir jernih. Dan kalau memang tempat para PKL tidak resmi/dilarang untuk berusaha bersihkanlah dari awal jangan setelah besar dan diperas habis baru anda gusur juga kalau ingin menggusur mbok ya kasih pemberitahuan terlebih dahulu, kalau perlu “habisi” dulu “penguasa setempat” yang mengizinkan para PKL berjualan, karena terkadang mereka memberi izin dengan mengatasnamakan nama2 anda serta karena merasa “dekat” dengan anda2 sekalian dan karena merasa “dekat” mereka merasa bisa memberi mereka izin berjualan kepada PKL. Dan bila memang tidak ada pemberitahuan soal penggusuran janganlah anda berbohong dengan mengatakan “sudah di beritahu tapi masih bandel” kepada PKL. Kesimpulannya HABISI DULU AKAR MASALAHNYA baru BERTINDAK.

Buat para pembaca silahkan komentar terserah komentar apa aja yang penting jangan iklan heheheh :P

Berita acuan tapi opini di atas bukan bedasarkan berita2 di bawah lho:

  • URBAN POOR: PKL Tolak Penggusuran

  • Penggusuran PKL Pasar Kebon Kembang Berlangsung Tegang

  • SEKITAR KITA: Orang Miskin Dilarang Hidup? - Azas Tigor Nainggolan (FAKTA)

    Dan banyak lagi
  • Hasil Pencarian Google soal Penggusuran PKL